Jumat, 24 Juni 2016

Pesona Negeri Kelapa

Hallo the readers, akan ku ceritakan sepotong kisahku selama 9 bulan terakhir ku hidup di “Negeri Kelapa”. Where is it? Sebuah negeri di ujung utara wilayah Indonesia bagian timur, Kecamatan Morotai Utara, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Lalu kenapa ku sebut “negeri kelapa”? Jadi gini gaeis, mungkin banyak orang diluar sana yang menjuluki Pulau Morotai sebagai mutiara di bibir Pasifik, namun tidak bagiku, Aku lebih suka menyebut daerah ini sebagai “Negeri Kelapa”. Karena apa? Di mana – mana ada kelapa, men. 
 Dari ujung pulau ke ujung pulaunya lagi, perwujudan pohon kelapa menjadi pemandangan setiap pagiku, siangku, dan malam ku. Bahkan wujud buah kelapa selalu ada dalam setiap menu makan pagi, siang dan malamku. Dan yang tak kalah nikmatnya, buaian daun kelapa yang aduh haii sepoipoi dikala sang surya tengah berada di puncak, buaiannya yang tak kalah pula kala sang surya tenggelam di ufuk barat.
Berkat kelapa pula masyarakat disini dapat menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke Tobelo, Ternate, Tidore, Manado, Makassar bahkan ada pula yang sampai ke Jawa. For your information, mata pencaharian mayoritas masyarakat di sini berladang dan nelayan, banyak dari mereka yang menanami ladang mereka dengan kelapa yang kemudian diolah menjadi kopra, ada juga yang menanaminya dengan cengkeh. Sebuah barang komoditas ekspor dari jaman kedatangan bangsa barat di Indonesia hingga sekarang yang masih memiliki harga jual yang cukup tinggi. Nah, the readers, ada yang cukup unik dari cara berladang masyarakat disini, misalnya ketika memasuki musim tanam padi. Kala itu, liburan semester ganjil. Percaya ka tarada? Kalo padi dapat tumbuh subur di lahan ini. (See the bellow picture)
                           

Dari lahan bekas kebun kelapa inilah benih-benih cinta padi mulai di tabur. FYI, orang Bere-Bere dalam batanam padi, mereka memanfaatkan lahan bekas kebun kelapa. Setelah pohon kelapa dibabat abis, kemudian tanah lahan tersebut ditikam-tikam dengan tongkat kayu hingga terbentuk lobang-lobang kecil kira-kira kedalamannya 20 cm, barulah si benih padi tadi ditabur pada lobang-lobang kecil tadi, si lobang yang telah terisi benih padi, Cuma dibiarkan begitu saja tanpa ditimbun tanah lagi. Dan yang bikin saya heran hingga takjub, awal bulan maret 2016 lalu, kebetulan saya melintas di kebun tersebut, dan subhanallah benih padinya so tumbuh besar-besar hingga petak lahan tersebut bak permadani hijau. Emejing :D
Tradisi ini juga sama ketika panen langsa, di mana pada waktu itu satu kebun langsang yang manen hampir satu desa, bahkan dari desa tetangga juga ada yang ikut.
Kalo dari tadi saya lebih sering menceritakan kehidupan masyarakatnya, sekarang giliranku ceritakan bagaimana pendidikan di sini. Saya harap setelah membaca tulisanku mengenai pendidikan disini, the readers tara usah terheran-heran hingga mulut terbuka lebar, mata melongo. Jangan ya the readers, hehehheheh.
FYI, di Morotai ini saya mengabdikan diriku di dua sekolah yang memiliki basic yang berbeda. Pagi hari ku berbagi ilmu dengan Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Pulau Morotai, sore hari ku berbagi ilmu dengan anak-anak Sekolah Menengah Teologi Kristen Tawakali. Yupzz, di kedua tempat tersebut saya mengajar SEJARAH. Belajar sejarah itu asyik lho gaeis. Kalo ndak percaya sesekali the readers bolehlah mencoba ikut kelas saya, hehehheheh





Singkat cerita, di SMP saya punya dua murid kelas VII yang belum bisa membaca dan menulis, sebut saja SNS dan MDL. Suatu hari Ku adakan ulangan harian sejarah yang pertama. Tet tot, berhubung saya so tau kalo SNS dan MDL tara bisa menulis dan membaca, saya pun memberi mereka ulangan lisan. Satu pertanyaan pun saja ajukan, tapi  mereka tara bisa menjawab, akhirnya saya lanjutkan pertanyaan kedua, mereka juga tara bisa menjawab, hingga sampe pertanyaan terakhir, pertanyaan kelima, hasilnya pun masih sama meraka tara bisa jawab. Yasudahlah, saya akhirnya bertanya kepada mereka “Selama bu Ika mengajar ngoni (red.Kalian), yang ngoni tau apa?” MDL masih tetap saja tara bisa menjawab. Saya berharapa SNS bisa menjawab, sebuah jawaban pun terlontar dari mulut mungil SNS “tukar menukar”. Mendengar jawaban SNS, tenggorokan saya rasanya tiba-tiba serasa tercekik, mata saya pun so mulai berkaca-kaca, suara saya pun so mulai parau, saya pun menyuruh mereka duduk.
Yepzz, memang sebenarnya jawaban SNS tidak terlalu melenceng si, memang pada waktu itu materi yang kita bahas mengenai kehidupan awal manusia, dan tukar-menukar tidak lain arti dari sistem barter yang digunakan pada kehidupan awal manusia dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dengan cara menukar barang yang satu untuk mendapatkan barang yang lainnya.
Mulai dari kejadian ini saya berpikir, Ya Allah masih dapatkah saya menjadi partikel cahaya yang mampu menerangi mimpi-mimpi mereka??
Hari demi hari pun berlanjut, saya menawarkan kepada SNS dan MDl untuk bimbingan menulis dan membaca dengan saya setiap sore kecuali hari Kamis, karena saya ada jadwal mengajar di SMTK Siloam Tawakali. Tapi...mereka tara pernah datang. Hingga akhirnya kuputuskan untuk mendatangani kedua orang tua mereka. Awal kedatangan saya di rumah SNS, saya tara bertemu dengan kedua orang tuanya. Di rumah MDL saya hanya bertemu kakak MDL. Hari berikutnya barulah saya bertemu dengan kedua orang tua mereka masing-masing. Ku curahkan permasalahan akademik anak mereka. Dan saya pun meminta bantuan kedua orang tua mereka, untuk mengingatkan mereka supaya datang ke sekolah setiap sore kecuali hari kamis guna bimbingan baca dan tulis dengan saya. Yesss, usaha saya kali ini berbuah manis, mereka berangkat gaesis,,,meski saya harus menunggu kedatangan mereka kurang lebih hampir 1 jam dari waktu yang telah disepakati sebelumnya, tapi tara apa yang penting mereka mau datang buat bimbingan, saya sudah senang. Yes Yes yes..
Dan Alhamdulillah sekarang SNS sudah bisa menulis dan baca meski masih harus pelan-pelan. MDL sekarang juga so tau huruf A-Z meski kalau disuruh mengeja kata-kata masih kesusahan. Tapi puji syukur alhamdulillah setidaknya mereka berdua so ada perkembangan, meski kecil yang penting ada kan the readers.
Nah, the readers singkat cerita yaaa...pagi itu saya turun dari katinting (red.motor otok-otok tara pake kunci tapi bisa nyala, joss gantos ra :D), pagi itu suasana di SMP N 6 Pulau Morotai masih dalam Ujian Nasional, nah tiba-tiba dua muridku kelas IX B menghampiriku “Ibu, bu Ika tara usah pulang ke Jawa eee, kalo bu Ika pulang ke Jawa, bu Ika dibagi dua saja eee, satu di Jawa, satu disini”. Saya Cuma bisa tersenyum mendengar ucapan muridku.kemudian Jahra Peklian memberikan sosiru cantik untukku katanya “Ini buat bu Ika, supaya bu Ika ingat pa torang.”
“Wah,,terima kasih banyak e jahra, sosirunya cantik sekali.”
Sebelum  saya melanjutkan perkataan lagi, toki bel masuk pun berbunyi, percakapan kami pun terhenti.
Sosiru pemberian Jahra
Nah, kalo tadi saya so cerita pengabdianku di SMP N 6 Pulau Morotai, sekarang saya akan ceritakan pengabdianku di SMTK Siloam Tawakali. Lingkungan belajar di SMTK Siloam Tawakali sangat bertolak belakang dengan SMP Negeri 6 Pulau Morotai, kalo di halaman SMP N 6 Pulau Morotai lebih banyak kambing dan sapi berkeliaran, nah kalo di halaman gedung tumpangan SMTK Siloam Tawakali lebih banyak babi dan anjing berkeliaran. Gedung tumpang? The readers pasti bertanya-tanya to?
Jadi gini the readers, SMTK Siloam Tawakali ini belum memiliki gedung sekolah sendiri, alhasil dalam menunjang proses KBM kami pun menumpang di SMP BPD Tawakali. Hal ini pula yang menyebabkan proses belajar di SMTK Siloam Tawakali dimulai pukul 13.00 WIT hingga 18.00 WIT. Sebenarnya kami sudah mendapat bantuan 1 unit gedung sekolah dari pemerintah sejak Desember 2015 lalu, namun sudah sejak Februari 2016 bantuan tersebut terhenti sampai sekarang. Entah kenapa, kami pun belum menerima keterangan lebih lanjut.
Gedung SMTK Siloam Tawakali
Meski torang masih menumpang, tapi puji syukur setidaknya torang masih bisa melangsungkan proses belajar mengajar. Kelas tumpangan torang disini banyak jendelanya, bahkan ada jendela mini juga lho...hehhehehe
Ruang Kelasku
Keterbatasan sapras ini tidak menyurutkan semangat belajar murid-muridku disini. Justru saya acungkan jempol untuk mereka. Bayangkan saja rata-rata jarak tempat tinggal mereka dari sekolah sekitar 1 KM itu pun naik turun bukit, itu pun harus mereka tempuh dengan berjalan kaki kalo tidak ada oto yang lewat. Dan itu berarti supaya mereka tidak terlambat sekolah mereka harus berangkat dari rumah sekitar jam 11’an, di mana sang mentari masih di puncak, dan jangan disamakan panasnya di Morotai sama dengan di Jawa. Di sini kalau siang-siang berjalan satu orang satu matahari gaeis. Panasnya jangan ditanya. Meskipun begitu, semangat murid-muridku untuk meraih cita-cita mereka tak pernah padam dengan panas sang mentari.

Sebuah pernyataan dari muridku di SMTK Siloam Tawakali yang sampai sekarang masih terngiang diingatanku, Albeyatris namanya “kejarlah cita-citamu setinggi langit di atas sana dan sedalam lautan di dalam laut”, katanya.
Di negeri kelapa ini saya tidak hanya mendapatkan sebuah pengalaman yang sangat berharga, tapi saya juga mendapatkan murid-murid yang luar biasa, keluarga, dan sahabat Morut yang super koplak. Tidak ada kata yang bisa kulukiskan untuk pengalaman yang sangat berharga di negeri kelapa ini. Dari merekalah saya belajar akan ketulusan, tanggung jawab, kesederhanaan dan toleransi yang mungkin itu jarang saya dapatkan selama di Jawa. Terimakasih Tuhan telah mengirim dan mengijinkan saya untuk menikmati hidup dan menghirup udara di negeri kelapa ini. Terimakasih juga saya sampaikan pada Kemenristek Dikti serta Unnes yang telah mengirimku ke Morotai. Sungguh, sebuah pengalaman yang akan ku bawa dan ku ceritakan pada anak cucuku kelak bahwa di ujung utara Wilayah Indonesia Timur, alamnya sungguh mempesona serta masyarakat yang wuarbiyasah.

3 komentar: